Oleh Nova suntia yusni
A. Konsep Dasar Perencanaan Pembelajaran
A. Konsep Dasar Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk
membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah
yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan
tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008:2).
Sedangkan yang dimaksud pembelajaran memiliki
hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan
siswa.
Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak
hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi
mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran
memusatkan perhatian pada "bagaimana membelajarkan siswa", dan bukan
pada “apa yangdipelajari siswa”.
Adapun perhatian terhadap apa yang dipelajari
siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi
pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan.
Pembelajaran
lebih menekankan pada bagaimana cara agar tercapai tujuan tersebut. Dalam
kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai tujuan adalah
bagaimana cara menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar
dapat berfungsi secara optimal.
Dalam
konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan
materi pelajaran, penggunaan media, pendekatan dan metode pembelajaran, dan
penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan
uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, yaitu:
1.
Perencanaan pengajaran sebagai teknologi
2.
Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem
3.
Perencanaan pengajaran sebagai sebuah
4.
Perencanaan pengajaran sebagai sains (science)
5.
Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses
6. Perencanaan pengajaran
sebagai sebuah realitas
Dengan mengacu kepada berbagai sudut pandang
tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep
pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan program
pengajaran sebagai sebuah proses, disiplin ilmu pengetahuan, realitas, sistem
dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan
dengan efektif dan efisien. Kurikulum khususnya silabus menjadi acuan utama
dalam penyusunan perencanaan program pengajaran, namun kondisi sekolah/madrasah
dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru merupakan hal penting jangan
sampai diabaikan.
Dasar Perlunya Perencanaan
Pembelajaran
Perlunya perencanaan pembelajaran sebagaimana
disebutkan di atas, dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran.
Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi berikut:
1. untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran;
2. untuk merancang suatu pembelajaran
perlu menggunakan pendekatan sistem;
3. perencanaan desain pembelajaran
diacukan pada bagaimana seseorang belajar;
4. untuk merencanakan suatu desain
pembelajaran diacukan pada siswa secara perseorangan;
5. pembelajaran yang dilakukan akan
bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan
langsung pembelajaran, dan tujuan pengiring dari pembelajaran;
6. sasaran akhir dari perencanaan desain
pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar;
7. perencanaan pembelajaran harus
melibatkan semua variabel pembelajaran;
8. inti dari desain pembelajaran yang
dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Manfaat Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran memainkan peran penting
dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani
kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai
langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung.
Terdapat
beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1. sebagai petunjuk arah kegiatan dalam
mencapai tujuan;
2. sebagai pola dasar dalam mengatur
tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan;
3. sebagai pedoman kerja bagi setiap
unsur, baik unsur guru maupun unsur murid;
4. sebagai alat ukur efektif tidaknya
suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja;
5. untuk bahan penyusunan data agar
terjadi keseimbangan kerja;
6. untuk menghemat waktu, tenaga,
alat-alat, dan biaya.
Sedangkan penerapan konsep dan prinsip pembelajaran
berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:
1. Menghindari duplikasi dalam
memberikan materi pelajaran.
2. Dengan menyajikan materi pelajaran
yang benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai, dapat dihindari
terjadinya duplikasi dan pemberian materi pelajaran yang terlalu banyak.
3. Mengupayakan konsistensi kompetensi
yang ingin dicapai mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang
telah ditentukan secara tertulis, siapapun yang mengajarkan mata pelajaran
tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang
telah ditentukan.
4. Meningkatkan pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempurnaan siswa.
5. Membantu mempermudah pelaksanaan
akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan
tolok ukur standar kompetensi
6. memperbarui sistem evaluasi dan
laporan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi,
keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau
subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar
siswa yang lain.
7. Memperjelas komunikasi dengan siswa
tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan cara
yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya.
8. Meningkatkan akuntabilitas publik.
Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada
publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggung-jawabkan kegiatan
pembelajaran kepada publik.
9. Memperbaiki sistem sertifikasi.
Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci,
sekolah/madrasah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan
jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.
Prinsip-prinsip Umum tentang Mengajar
Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1. Mengajar harus berdasarkan
pengalaman yang sudah dimiliki siswa. Apa yang telah dipelajari merupakan dasar
dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan
siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung harus diketahui guru. Tingkat
kemampuan semacam ini disebut entry behavior. Entry behaviuor dapat diketahui
di antaranya dengan melakukan pretes. Hal ini sangat penting agar proses
belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
2. Pengetahuan dan keterampilan yang
diajarkan harus bersifat praktis. Bahan pelajaran yang bersifat praktis
berhubungan dengan situasi kehidupan. Hal ini dapat menarik minat, sekaligus
dapat memotivasi belajar.
3. Mengajar harus memperhatikan
perbedaan individual setiap siswa.
4. Kesiapan (readiness) dalam belajar
sangat penting dijadikan landasan dalam mengajar. Kesiapan adalah kapasitas
(kemampuan potensial) baik bersifat fisik maupun mental untuk melakukan
sesuatu.
5. Tujuan pengajaran harus diketahui
siswa. Apabila tujuan pengajaran diketahui, siswa mempunyai motivasi untuk
belajar. Agar tujuan mudah diketahui, harus dirumuskan secara khusus.
6. Mengajar harus mengikuti prinsip
psikologis tentang belajar. Para ahli psikologi merumuskan prinsip bahwa
belajar itu harus bertahap dan meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar
haruslah mempersiapkan bahan yang bersifat gradual, yaitu dari sederhana kepada
yang kompleks (rumit); dari konkret kepada yang abstrak; dari umum (general)
kepada yang kompleks; dari yang sudah diketahui (fakta) kepada yang tidak
diketahui (konsep yang bersifat abstrak); dengan menggunakan prinsip induksi ke
induksi atau sebaliknya, dan sering menggunakan reinforcement (penguatan).
Tipe-tipe Belajar
Dalam praktik pengajaran, penggunaan
suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana.
Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk segala situasi. Karena
masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu.
Robert M. Gagne mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu kebulatan
yang Baling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne, belajar mempunyai
delapan tipe. Kedelapan tipe 1tu bertingkat, ada hierarki dalam masing-masing
tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.
Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne
pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun mengajar.
Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat tingkatan
sebagaimana tingkatan belajar di atas. Kedelapan tipe itu adalah sebagai
berikut.
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan
conditioned respons atau respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan
telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan
lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe
belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi, respons
yang dilakukan itu bersifat umum, kabur, dan emosional.
2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus Respons Learning)
Tipe belajar S–R, respons bersifat
spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S–R. Mencium bau masakan
sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S–R. Jadi, belajar stimulus respons sama
dengan teori asosiasi (S–R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan
reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons
.
3. Belajar Rangkaian (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining
adalah semacam rangkaian antara berbagai S–R yang bersifat segera. Hal ini
terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu,
makan-minum-merokok; atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak-ibu.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Tipe belajar ini adalah mampu
mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah
dimilikinya. Misal "pyramids itu berbangun limas" adalah contoh tipe
belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa piramida berbentuk
limas kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, dan kerucut.
Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam
urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination
Learning
Tipe belajar ini adalah pembedaan
terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan,
tumbuhan, dan lain-lain.
6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal
ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan
hubungan antara berbagai fakta.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan adalah lebih meningkat
dari tipe belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah
memiliki berbagai konsep yang dapat untuk mengemukakan berbagai formula, hukum,
atau dalil.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Tipe belajar yang terakhir adalah
memecahkan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila
dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan
masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah diperlukan waktu yang cukup,
bahkan ada yang memakan waktu terlalu lama. Juga sering kali harus melalui
berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu. Dalam segala
langkah diperlukan pemikiran sehingga dalam memecahkan masalah akan diperoleh
hasil yang optimal.
Kedelapan tipe belajar di atas
tampaknya para ahli sepakat. Tipe belajar yang memiliki hierarki. Setiap tipe
belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar selanjutnya. Sebaliknya tiap tipe
belajar memerlukan penguasaan pada tipe belajar di tingkat bawahnya. Belajar
memecahkan masalah misalnya harus menguasai sejumlah aturan yang relevan,
seterusnya untuk belajar aturan perlu penguasaan beberapa konsep yang digunakan
pada aturan.
Dalam kaitan dengan perencanaan
pengajaran, tipe belajar ini perlu mendapat perhatian, sebab hal ini menjadi
salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pengajaran yang diberikan
kepada siswa. Dengan kata lain, agar siswa belajar mencapai taraf yang lebih
tinggi, diperlukan kemampuan guru dalam menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana
yang telah diuraikan di atas.
B. Karakteristik
Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah
individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia
dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat
berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase
kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia
dini sebagai berikut :
1.
Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik
mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini.
Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
- Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
- Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
- Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan
dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses
perkembangan selanjutnya.
2.
Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa
kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih
mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui
anak usia 2 – 3 tahun antara lain :
- Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
- Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
- Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
3.
Usia 4 – 6 tahun
Anak usia 4 – 6 tahun memiliki
karakteristik antara lain :
- Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.
- Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.
- Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
- Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
4.
Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7
– 8 tahun antara lain :
- Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.
- Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.
- Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
- Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.
Anak
usia Taman Kanak-kanak ini sangat besar energinya sehingga pembelajaran
yang sangat tepat sehingga berkembang kemampuan motorik kasar maupun halus.
Kegiatan fisik adalah merupakan salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan
motorik kasar, seperti belari, melompat,bergantungan, melempar bola atau
menendangnya. Maupun serta menjaga keseimbangan motorik halus seperti
menggunakan jari-jari untuk menyusun puzzle, memilih balok, dan menyusunnya
menjadi bangunan tertentu. Kegiatan fisik dan pelepasan energi dalam jumlah
besar merupakan karakteristik aktivitas anak pada masa ini. Anak yang berada di
kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini
ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan masa yang
sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh
potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara
optimal.
Pentingnya Memahami Anak Usia Dini
Anak
usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral,
dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang
usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan fondasi dan dasar
kepribadian, yang akan menentukan
pengalaman anak usia dini selanjutnya di masa depannya kelak. .
Pengalaman
yang dialami anak pada usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan
selanjutnya. Pengalaman tersebut akan bertahan lama,bahkan tidak dapat
terhapuskan.kalaupun bisa, hanya tertutupi. Beberapa hal menjadi alasan
pentingnya memahami karakteristik anak usia dini.
Sebagaian
dari alasan tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut:
1)
Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia,
sebab usia tersebut merupakan periode diletakannya dasar struktur kepribadian
yang dibangun untuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu pendidikan dan pelayanan yang tepat.
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu pendidikan dan pelayanan yang tepat.
2)Pengalaman
awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan dan akan
mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya, disamping itu dasar awal akan
cepat berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif.
mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya, disamping itu dasar awal akan
cepat berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif.
3)
Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa, dibanding
dengan sepanjang usianya, bahkan usia 0-8 tahun mengalami 80% perkembangan otak
dibanding
sesudahnya, oleh karena itu perlu stimulasi fisik dan mental, agar anak bisa tumbuh dan berkembang.
sesudahnya, oleh karena itu perlu stimulasi fisik dan mental, agar anak bisa tumbuh dan berkembang.
SUMBER MATERI
Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Uno, Hamzah B.
2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
0 komentar